Rabu, 01 Mei 2019

Puisi


  
SUCI DALAM WARNA
Karya: Fitrah Dwi Cahyati

Fatamorgana terangan di sana
Impian untuk meraih cita-citanya
Tiap koma adalah jeda
Rindu abu berwarna cerah
Ambang-ambang berwarna merah
Harusnya terangkai indah
Di dalam hitamnya kelam
Warna sajak dirinya
Iringi liku kehidupan
Cahaya bersinar megah
Andaikan ku raih
Hijaulah damai di hati
Yakin kan ku raih
Amanat dari si putih
Teringat di bulan suci
Indahnya garis pelangi di pipi

Kronika Sastra Bandingan


KRONIKA SASTRA BANDINGAN


A. Sejarah Murni dan Sejarah Sastra Bandingan

Sejarah sastra bandingan adalah dari sejarah pada umumnya, ketika seorang mulai risau terhadap eksistensi sastra. Memahami sejarah sastra bandingan, berarti akan merunut sebuah perjalanan panjang. Sejarah sastra bandingan merupakan peta penjelasan lengkap dari karya sastra, berkaitan dengan kesusasteraan di dalam semua hubungannya. Di dalamnya terdapat penempatkan karya sastra dalam keseluruhan gabungan dari sejarah berkaitan dengan kesusasteraan yang universal, melihat koneksi-koneksi dan mempelajari unsur-unsurnya. Croce menyatakan bahwa istilah sastra bandingan menggabungkan apa yang tidak tersurat dalam suatu sastra, dimana objek yang nyata berupa studi sejarah yang berkaitan dengan kesusastraan. Croce mengklaim ia tidak bisa membedakan antara sejarah murni berkaitan dengan kesusasteraan dan sejarah sastra bandingan berkaitan kesusasteraan. Istilah sastra bandingan, ia sangka tidak punya unsur tunggal melainkan senantiasa terkait dengan bidang lain yang sejenis.

Penganut sastra bandingan digambarkan sebagai seorang yang mempunyai ketrampilan khusus. Pada tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an, para sarjana di Negara Barat yang sangat berambisi berbalik ke sastra bandingan sebagai sebuah tema yang radikal. Tepat pada saat bahwa proses sedang berlangsung di Negara Barat, sastra bandingan ini mulai membuat kemajuan di negara lainnya. Program baru pada sastra bandingan mulai muncul di Cina, Taiwan, Jepang, dan negara Asia lainnya yang didasarkan pada aspek spesifikasi sastra nasional, dan tidak didasarkan pada universalisme apapun. Ganesh Devy menambahkan, dan menyarankan bahwa sastra bandingan di India dihubungkan secara langsung terhadap munculnya nasionalisme India modern, hingga tak satupun sastra bandingan di India yang `digunakan untuk menyatakan identitas budaya nasional.

Karya sastra dari para ahli sastra bandingan di India telah digambarkan melalui suatu pergeseran sudut pandang. Selama puluhan tahun, sastra bandingan dimulai dari sastra barat dan luar. Majumdar menyatakan bahwa sastra barat tanpa mempertimbangkan ketepatan geografis, mencakup sastra yang berasal dari Greko-Roman melalui kandungan ajaran Nasrani. Majumdar mengistilahkan Bahasa Inggris, Perancis, Jerman dan sebagainya sebagai `sastra sub nasional'. Sastra bandingan dari Majumdar, pada istilah yang dia gunakan adalah sudut pandang alternatif secara radikal dan suatu penilaian kembali dari pokok bahasan sastra `nasional'. Terbiasa dengan pola pikir barat pada istilah sastra `agung' dimana sastra `mayoritas' melawan `minoritas', sudut pandang orang India sebagaimana diartikulasikan oleh Majumdar merupakan suatu hal yang mengejutkan.

Fakta mencolok dari kebudayaan Eropa akhir abad ke-20 adalah rekonsiliasi kebudayaan terus menerus dengan kebudayaan kulit hitam. Misterinya mungkin bahwa butuh waktu sangat lama untuk mencampakkan elemen dari kebudayaan kulit hitam yang telah ada dalam bentuk tersembunyi, dan untuk menyadari bahwa pemisahan dua kebudayaan tersebut tidak selamanya dari satu asal, tapi dari satu kekuatan. Terry Eagleton telah berpendapat bahwa sastra dalam artian yang telah diwariskan kepada kita adalah sebuah ideologi. Sastra yang ada di Eropa sampai saatnya diperbaharui, menfokuskan dirinya dengan ketidakstabilan dari penulis yang hebat. Pelaksanaan ini dibuat dengan membandingkan beberapa perbedaan- perbedaan yang tertera.

Negara Barat mengalami krisis bahasa saat kepala Negara bagian Eropa Timur merevisi silabus mereka dan juga rasa nasionalisme mereka yang mulai menghilang di Negara bagian barat. Banyaknya hambatan yang muncul pada proses perkembangan sastra bandingan seperti budaya yang membedakan perbedaan jenis gender. Tetapi akhir dari perkembangan sejarah sastra bandingan menyilangkan dua sumber sastra yang berbeda dan menghasilkan sastra bandingan yang baru.

Studi bandingan merupakan suatu kegiatan yang melibatkan studi teks antarkultur atau budaya. Studi bandingan kadang dimulai dengan membaca suatu sastra kemudian bergerak ke arah pembatasan, pembuatan kesatuan dan hubungan dari sastra tersebut. Sastra bandingan merupakan kegiatan mengeksplorasi perubahan dan perkembangan serta timbal balik dari tema atau gagasan yang berkaitan dan berhubungan dengan sastra. Subjek yang tepat dalam sastra bandingan adalah sejarah yang berkaitan dengan kesusastraan dimana sastra sebagai suatu medium integral yang terpisah. Dalam sastra bandingan, studi penterjemahan mempunyai peranan yang penting, karena berkaitan dengan perkembangan sastra secara luas. Studi bandingan merupakan bagian dari linguistik yang berhubungan dengan semiotik. Semiotik ini merupakan subkategori linguistik, sedangkan sastra bandingan telah mengklaim terjemahan sebagai sub-kategori.

Pembaca masa kini sering mempertimbangkan pemikiran Prancis dan Jerman sebagai dua negara besar dalam komunitas ekonomi Eropa, yang berusaha memberikan pandangan yang berbeda tentang sastra bandingan pada abad ke 19. Dalam pandangan mereka, sastra bandingan memang tidak akan lepas dari aspek politik dan budaya. Saya pun tidak menolak pendapat ini, sebab pada dasarnya karya sastra itu sendiri juga sebagai refleksi politik dan budaya bangsa. Sastra adalah rekaman kejadian politik dan budaya. Karena itu, studi sastra bandingan juga tidak akan lepas dari pandangan sosiologis ini.

Sejarah sastra bandingan akan mempertajam pada salah satunya, Prancis atau Inggris atau Jerman yang memiliki karakteristik nasional penulis besarnya. Kami menetapkan hanya untuk pembanding diri sendiri. Kami hanya membatasi dengan membandingkan diri sendiri dengan lainnya dan kami tidak tau bagaimana diri kita ketika kami hanya seorang diri. Bagaimana menghadirkan sastra perbadingan secara akademik memang tidak mudah.

B. Keterkaitan Sejarah Sastra dan Sastra Bandingan

Pada mulanya, sebuah gambaran baru tentang sastra dan sejarah sastra, diperdebatkan oleh Herder yang bekerja pada persajakan dan lagu tradisional pertama membuka adalah area yang paling subur dan luas untuk bandingan sejarah sastra. Koch melihat perubahan yang sangat penting mengenai pertanyaan tentang bandingan pusat usaha yang mana Zeitchrift berminat untuk membantu. Folklor, ia melindungi, menjadi suatu disiplin dan memiliki kebenaran, tapi walaupun demikian, studi mengenai bandingan lagu daerah dan puisi terlihat sangat penting untuk sastra bandingan. Kami dapat membandingkannya dan memperlihatkan pada van Tieghem, yang dapat membatasi tampilan pada bagaimana folklor dapat mencegah untuk masuk dari perkembangan sastra.

Ini (cerita, dongeng, legenda dan lainnya) adalah folklor dan bukan sejarah sastra. Pada waktu yang lalu sejarah adalah suatu pemikiran manusia yang diperlihatkan melalui seni menulis. Pada tema bagian ini, bagaimanapun juga hanya mempertimbangkan subjek yang penting, itu alur perjalanan dari satu Negara kenegara lain, dan modifikasi itu. Seni tidak memainkan bagian pada tradisi dengan nama samara yang alami itu tetap tidak dipengaruhi oleh apapun. Ini mungkin tidak terlalu sederhana untuk melihat kata kunci pada alur pikiran, dan untuk merefleksikan pada sastra bandingan Prancis yang merawat lebih kearah belajar pada produk pemikiran manusia, padahal bandingan Jerman lebih menyangkut dengan akar atau semangat kebangsaan.

Perbedaan pada istilah ini dan titik berat ini adalah kewajiban untuk membedakan tradisi budaya dan perbedaan polotik dan ekonomi berkembang seperti contoh Prancis dan jerman pada abad ke 19. Perbedaan itu menjadi sukar pada abad ke 20, Prancis mencari bandingan untuk membatasi penggunaan waktu dan meletakkannya dibawah, ketika bandingan Jerman (atau beberapa bandingan Jerman) semakin meningkat menjadi kauvinistik. Ulrich Weisstein menyimpulkan dan menyerahkan pada situasi di Hitler jerman pada 1930. Bagaimana sastra bandingan dapat mengiasi di negara yang mana memainkan Shakespeare, miliere dan Eugene O'neill meletakkan panji pada pertunjukan dan penulis novel terbesar di prancis dan Rusia. Berdirinya jurnal pada tahun 1877 di Hugo Meltzl de Lomnitz pada posisi yang berbeda, dan menghadirkan laporan untuk sastra bandingan. De Lomnitz berdebat mengenai pernyataan editorialnya bahwa disiplin ilmu sastra bandingan tidak akan mendirikan dan pekerjaan jurnal adalah menolong dengan proses mendidrikannya. Ia mengatur tiga prinsip pekerjaan dan penetapan harga baru pada sejarah sastra, yang mana dia mendeskripsikan akan memperoleh pemindahan status `tangan anak gadis' bahasa, revolusi translasi pada seni, dan percaya menentang kauvinisme sebagai dasar bandingan definisi ide kebangsaan.

Sejarah sastra bandingan adalah dari sejarah memahami pengertian yang benar sebagai suatu penjelasan yang lengkap dari pekerjaannya, berkaitan dengan kesusasteraan di dalam semua hubungannya, yang ditempatkan di dalam keseluruhan gabungan dari sejarah berkaitan kesusasteraan yang universal (di mana selain itu bisa selamanya ditempatkan), melihat koneksi-koneksi dan mempelajari unsur-unsurnya. Pendapat Croce yang menyatakan bahwa istilah sastra bandingan menggabungkan apa yang tidak tersurat dalam suatu sastra, dimana objek yang nyata berupa studi sejarah yang berkaitan dengan kesusastraan. Mempertimbangkan hal-hal yang yang terdapat dalam sastra bandingan, seperti yang dilakukan oleh sarjana-sarjana Mak Koch, pendiri dan editor jurnal-jurnal bandingan Jerman berjudul Zeitschriftzeitschrift Fur vergleichende Sastra (1887-1910) dan Studien zur vergleichenden Sastra geschichte. Croce mengklaim bahwa tidak bisa membedakan antara murni sejarah berkaitan kesusasteraan sederhana dan sejarah bandingan berkaitan kesusasteraan. Istilah, 'sastra bandingan', ia sangka tidak punya unsur pokok dalam sastra bandingan itu.

Tetapi sarjana-sarjana lain membuat klaim-klaim megah untuk sastra bandingan. Charles Mills Gayley, salah satu pendiri-pendiri dari sastra bandingan Amerika Utara, yang diproklamirkan di dalam tahun yang sama ketika serangan Croce yang landasan pemikiran yang aktif bekerja dari sastra bandingan adalah “Sastra sebagai suatu medium integral yang terpisah; jelas dari pemikiran, suatu ungkapan kelembagaan yang umum umat manusia; yang dibedakan, untuk memastikan, kondisi-kondisi sosial individu, dengan pengaruh-pengaruh rasial, historis, ilmu bahasa dan budaya, peluang, dan batasan, hanya dengan tak mengindahkan usia atau (samaran/kedok), yang dirasa oleh pancaindera secara umum, fisiologis dan psikologis, dan mematuhi hukum adat dari material dan gaya, dari setiap dan umat manusia sosial. Perasaan yang serupa kepada mereka yang menyatakan dalam 1974 oleh Francois Jost, ketika ia mengklaim 'sastra nasional' tidak bisa melembagakan satu ladang yang dapat dimengerti oleh karena nya 'sewenang-wenang terbatas prespectif', dan sastra bandingan itu. Menunjukkan lebih dari (sekedar) satu disiplin yang akademis itu adalah satu pandangan sastra, dunia dari surat-surat, suatu ekologi yang humanistik, menurut Weltanschauung yang berkaitan kesusasteraan, suatu visi alam semesta dan termasuk budaya menyeluruh.

Klaim-klaim seperti itu berhasil di luar metolodologi dan beberapa sumber merasa bahwa sastra bandingan sangat memprihatinkan.Untuk Jost, Gayley dan yang lain di hadapannya, sedang mengusulkan sastra bandingan sebagai suatu jenis kepercayaan dunia. Karena semua perbedaan budaya menghilang lenyap ketika pembaca memungut pekerjaan-pekerjaan besar; seni dilihat sebagai satu instrumen dari keselarasan yang universal dan sastra bandingan itu adalah orang yang memudahkan menyebarnya keselarasan itu.

Sastra bandingan adalah cabang keilmuan sastra yang tergolong baru di Indonesia. Perkembangan sastra bandingan jauh lebih lambat dibanding keilmuan sastra yang lain, seperti sosiologi sastra dan strukturalisme. Paling tidak ada dua alasan, mengapa sastra bandingan kurang begitu cerah perkembangannya, (1) sastra bandingan membutuhkan pengetahuan dasar ilmu sastra lain, sehingga kalau belum terkuasai, tentu kerepotan jika akan membandingankan karya sastra, (2) sastra bandingan membutuhkan pembacaan sastra yang luas dan banyak dari sisi kuantitas, bahkan lintas sastra.

Kedua hal itu yang menyebabkan kronika sastra bandingan kita masih terhambat. Kronika sastra bandingan artinya perjalanan sastra bandingan dari waktu ke waktu. Buku yang mengulas sejarah sastra bandingan juga masih terbatas. Buku kecil tulisan Gifford berjudul Comparative Literature (1993), tampaknya masih tergolong langka di negeri ini. Buku ini sedikit banyak jelas membicarakan kronika dan peta sastra bandingan. Biarpun buku ini belum mengulas seluruh khasanah sastra di dunia, paling tidak kronologi sastra bandingan dapat ditangkap.

Menurut dia, istilah sastra bandingan diperoleh dari satu rangkaian kumpulan puisi Perancis yang digunakan untuk pengajaran sastra bandingan, yang diterbitkan pada tahun 1816 yang berjudul Cours de comparee sastra . Sebuah antologi esai berbahasa Perancis ini memang belum banyak kita kenal luas, sebab jarang yang mengalihbahasakan ke bahasa Inggris. Dalam artikel itu, membicarakan pemikiran Wellek yang telah menelorkan teori sastra secara mendasar. Dalam teori sastra itu juga dia kemukakan tentang sastra bandingan. Menurut Wellek asal dari istilah sastra bandingan tak diterangkan secara detail, tetapi ia juga menunjukkan bagaimana istilah tersebut nampak untuk digunakan di Perancis pada tahun 1820 dan 1830. Pendapat ini memberikan pemahaman pada kita bahwa sastra bandingan memang telah ada sejak lama. Sastra bandingan sudah bermuara di Perancis sebagai sebuah disiplin.

Bahkan dia juga menyatakan bahwa menurut versi Jerman istilah sastra bandingan disebut 'Vergleichende Sastra geschichte', lebih dulu muncul dibanding di Perancis. Hanya saja di Jerman baru nampak pembukuan sastra bandingan oleh Moriz Carriere di 1854, sedangkan sastra bandingan yang berbahasa Inggris paling awal dapat dihubungkan dengan Matthew Arnold tahun 1848. Data demikian sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan, mana yang dulu dan muncul belakangan, sebab yang paling penting keilmuan sastra bandingan itu telah ada dan digunakan secara akademik. Di Jerman dan Perancis tampaknya yang menjadi induk sastra bandingan.

C. Pemunculan Sastra Bandingan

Sastra bandingan cenderung berkembang luas di Eropa pada awal abad ke sembilan belas. Istilah tersebut nampak telah memanfaatkan proses metodologis dapat digunakan untuk ilmu pengetahuan, di mana ketika membandingkan karya sastra sudah ditetapkan hipotesis untuk melacak makna. Di dalam ceramah kuliah perdana di Athenee di 1835, Litterature yang diberi hak/judul sastra bandingkan, Philarete Chasles telah mencoba menggambarkan obyek terminologi sastra bandingan kata kuncinya pada konsep pengaruh. Konsep ini tampaknya terjadi atas hubungan antar bangsa dan individu secara terus-menerus dalam komunikasi budaya dan sastra.
Patut direnungkan menurut hemat saya, ketika orang membaca karya sastra secara sadar atau tidak telah terpengaruh oleh karya itu. Oleh karena itu kata kunci penting dalam sastra bandingan adalah 'pengaruh', dan tentu saja studi dari pengaruh telah selalu menduduki suatu tempat yang penting di (dalam) Comparative Sastra e. Saya tidak menolak atas pernyataan ini, sebab pada dasarnya pengaruh-mempengaruhi dalam sastra tidak bisa diangkal lagi. Sastrawan yang benar-benar steril dan murni dari pengaruh, saya pastikan tidak ada. Pengalaman saya yang juga sebagai pengarang, jelas tidak mungkin bebas dari pengaruh. Maka, dapat saya benarkan kalau Chasles juga mengacu pada 'spirit' dari suatu bangsa atau dari orang-orang, dan menyatakan bahwa ia telah melacak bagaimana yang ‘spirit’ telah mempengaruhi penulis yang lain. Spiritisme sering muncul secara halus dalam karya sastra, hingga menuntut kejelian ahli sastra bandingan.


Ide Chasles itu, ternyata juga berpengaruh terhadap sastra internasional dan budaya lain dalam bentuk ceritera apa saja. Dalam berbagai esai sastra bandingan sering tampak bahwa peranan sastra terjemahan di abad 19 juga amat kuat. Sejak Vladimir Macura, sastra terjemahan telah memiliki pola pengaruh yang mapan. Bahkan Jungmann menegaskan bahwa sastra terjemahan adalah sering memberi makna baru pada sastra itu. Dalam konteks ini konsep pengaruh sering masuk sampai pada akar budaya penerjemah.

Pada saat Shakespeare sedang pergi ke India dan berhubungan dengan koloni lain di pertengahan abad kesembilan belas, juga dianggap sebagai masalah faktayang berpengaruh pada karya-karyanya. Ketika sastrawan mengunjungi suatu wilayah, memang akan terpengaruh oleh budaya setempat. Budaya kolonialisme amat berpengaruh terhadap sastra bandingan. Budaya koloni itu sering diimpor oleh koloni/penjajah, kelompok dan penulis asli dan oleh ahli sastra bandingan sering dievaluasi negatif. Namun demikian, budaya impor itu sering tidak pernah digambarkan secara detail dalam bandingan sastra. Salah satu hasil dari padangan ini adalah bahwa dari pelajar sastra bandingan yang cenderung berkiblat pada penulis Eropa. Penulis sastra bandingan di Eropa dijadikan acuan khusus oleh para pemerhati sastra bandingan di Asia dan terlebih lagi Asia Tenggara.

Pada 1967, misalnya, CL Wrenn memberikan Pidato Presiden pada Humanities Research Association di Chicago (kemudian di London dua minggu) dengan judul ‘The Idea of Comparative Sastra e', di mana ia menyarankan agar perbedaan-perbedaan mendasar dalam pola-pola pemikiran di antara masyarakat harus menetapkan batas yang relatif sempit. bahasa Afrika, misalnya, tidak cocok dengan Eropa apabila didekati melalui studi sastra bandingan. Ia juga mengatakan bahwa kajian bandingan tentang Paradise Lost misalnya, hanya bisa membahas sejajar dan perbedaan dalam materi dan perawatan yang mengorbankan dan menunjukkan bahwa hal ini tak terelakkan karena perbedaan pikiran dan perasaan. Satu-satunya objek yang tepat untuk sastra bandingan, ia berpendapat, adalah 'bahasa-bahasa Eropa " yang menjadi perantara ke bahasa modern.

Istilah sastra badingan boleh dinyatakan muncul pada masa transisi. Di Eropa, sebagai negara-negara yang berusaha untuk mandiri dari kekaisaran Ottoman, dari kekaisaran Austro-Hungarian, dari Prancis, dari Rusia - dan negara-negara baru yang turut bergabung, identitas nasional (apapun itu) tidak mungkin terlepas dan terus berhubungan dengan budaya nasional (walaupun telah ditetapkan). Kemudian para pembanding dari sastra badingan


tersebut mungkin telah memilih untuk mengabaikan suasana politik yang sedang memanas dimana pernyataan pertama mengenai sastra badingan di buat, tetapi hal tersebut membentur catatan bahkan ketika gagasan dari akar sastra universal (sastra bersama) sedang di bicarakan atau didiskusikan, bersamaan dengan gagasan tentang semangat dan jiwa dari sebuah negara, bandingan-bandingan tersebut sedang dibuat yang mana didalamnya terdapat evaluasi satu budaya yang lebih tinggi dari budaya yang lainnya.

Sikap Lord Macaulay ketika menyerahkan sastra Indian dan Arabian ke dalam tumpukan sampah sama seperti Chasles, ia juga terlalu percaya dengan keunggulan budayanya sendiri. Keduanya merupakan sastrawan dari Eropa pada masanya, mengakui akan hubungan antara sistem sastra Eropa dan apa yang dimaksud Chasles dengan istilah "bagian dari negara lain dalam pergerakan peradaban yang pertama", tetapi merasa bahwa negara yang datang dari luar Eropa adalah orang asing /luar. Goethe pun berkata tentang "sastra dunia" perlu dilihat dari konteks atau suasananya, walaupun demikian ia seketika lalu mengalihkan perhatiannya pada sastra dari benua di luar Eropa, ia mencipktakan istilah "Wiltsastra e" yang berkaitan dengan padangannya pada Eropa dan khususnya mengenai keingininannya untuk mengakhiri perang.

Apa yang kemudian terlihat jelas ketika kita melihat pada asal-usul dari sastra badingan adalah istilah yang mendahului pokok/inti. Dahulu orang-orang menggunakan istilah sastra badingan tanpa mempunyai maksud yang jelas tentang apa itu satra bandingan. Dengan menarik maanfaat dari retrospeksi, kita dapat melihat bahwa “bandingan" bertentangan dengan "nasional/kebangsaan", dan juga penelitian tentang satra "nasional" beresiko pada tuduhan akan adanya ketidakadilan atau berat sebelah, penelitian tentang sastra "bandingan" terbawa bersama pengertian akan besarnya asas kebangsaan/nasionalisme yang sempit. Dengan kata lain, istilah tersebut digunakan secara bebas tetapi terkait dengan keinginan untuk mencapai kedamaian di Eropa dan keharmonisan antar negara. Inti dari idealisme ini juga tentang kepercayaan bahwa bandingan dapat menjalankan asas kebersamaan. Sehingga Chasles di tahun 1835 dan Abel Francois Villemain di tahun 1829 menyalami nilai-nilai pada penelitian mengenai bentuk-bentuk pengaruh, dengan mendaftar para penulis besar dari berbagai negara. Menurut Chasles, Kesusastraan Bandingan adalah sebelum yang lainnya, sebuah "perjalanan yang menyenangkan", menyertakan para tokoh besar dari abad ke 16 dan seterusnya. Hubungan komunikasi, keberadaan, saling berbagi adalah kata-kata kunci dalam


pandangan satra badingan, yang berisi tulisan tentang sadar akan politik dan juga tentang cita-cita akan kedamaian dunia.

Sastra bandingan nampaknya muncul sebagai penangkal nasionalisme, walaupun akarnya telah tertancap secara dalam pada budaya nasional. Chasles dan Villemain mendiskusikan tentang kebesaran para penulis jaman dahulu dengan memberikan penghormatan akan kehalusan budi dan kecendekiawannannya, tetapi mereka lebih mengutamakan orang-orang Prancis dan perhatiannya tertuju pada proses "pemberian” sastra yang mempengaruhi antara Prancis dan negara-negara tetangganya. Demikian juga, perhatian yang sangat besar diseluruh Eropa pada awal abad 19 untuk Byron dan Shakespeare, karena pembuktian dari hasil terjemahan karya-karyanya, tidak terlalu berkaitan dengan kepentingan Inggris atau budaya Inggris, tetapi lebih pada kaitannya dengan penggunaan yang dibuat oleh kedua penulis tersebut yang bisa dikatakan sebagai pelopor revolusioner. Gagasan yang diperbandingkan adalah dongeng, namun dongeng tersebut merupakan dongeng yang universal, kebesaran lintas budaya.

Dengan adanya ambiguitas pada asal-usul yang melingkupi istilah tersebut, tidak mengherankan bahwa para sarjana sastra bandingan dari pertengahan abad ke-19 secara menghantui hampir terkait dengan melukiskan pokok mereka. Ulrich Weisstein mengatakan bahwa yang mana Jean-Jacques Ampere, pengarang Histoire de la litterature franqaise au moyen age comparee aux litteratures etrangeres (1841) atau Abel Francois Villemain, pengarang Tableau de la litterature au moyen age en France, en Italie, en Espagne et en Angleterre (2 vols, 1830) 'harus dihormati seperti suatu bapak yang benar yang dipahami didalam Bandingan Sastra Perancis atau dimanapun, sebetulnya'. Pemahaman secara sistematis yang telah datang ke dalam sesuatu dengan tidak menjadi bebas adalah perihal gampang. Apa yang Villemain dan Ampere melakukan apa yang akan ditulis bisa diuraikan seperti sejarah sastra, mempertunjukkan pola teladan koneksi dan pengaruh.

Di Amerika Serikat, bagaimanapun, Charles Chauncey Shackwell mengajar suatu kursus tentang sastra bandingan pada Cornell dari 1871 dan Charles Mills Gayley mengajar bandingan kritik berkaitan kesusasteraan di Universitas Michigan dari 1887, sedang posisi yang pertama dalam pokok materi dibentuk pada Harvard di dalam 1890. Tentu saja, itu ada di terakhir dua dekade menyangkut abad yang ke sembilan belas Bandingan Sastra mulai dibentuk secara internasional, karena sebagai tambahan terhadap pokok materi yang


sedang diajar di dalam institusi pendidikan yang lebih tinggi di Eropa dan Amerika Serikat. Hutcheson Macauley Posnett, Profesor Klasik dan Sastra Inggris pada Universitas Perguruan tinggi, Auckland, Selandia Baru, menerbitkan suatu studi menyangkut pokok materi, berjudul Bandingan Sastra dalam 1886, dan dua jurnal ditemukan di Eropa. Dulu, menyediakan dalam 1879 oleh Hugo Meltzl de Lomnitz, suatu sarjana pidato Jerman dari Cluj apa yang kini disebut Rumania, adalah suatu penerbitan berbagai bahasa, berjudul Acta comparationis litterarum universarum.

Sepanjang abad kesembilan belas, penggunaan istilah 'bandingan sastra ' lebih fleksibel. Gaya yang digunakan dalam sastra bandingan seakan mengikuti prinsip yang diuraikan oleh Humpty Dumpty. Istilah 'bandingan sastra ' yang mengapung ke dalam penggunaan dalam beberapa bahasa, dalam maksud apapun juga seseorang tentu memilihnya yang lebih berarti. Awal Studi Perancis, seperti pekerjaan oleh Ampere dan Villemain mencatat di atas, memusat pada abad pertengahan, pada saat itu didalam pengembangan sistem berbudaya mengenai Eropa ketika batasan-batasan ilmu bahasa dengan bebas digambar/ ditarik dan batasan-batasan nasional tidaklah digambarkan sama sekali, ketika ada lalu lintas cuma-cuma antara penyair dan sarjana. Sekalipun begitu comparatists Perancis menanyakan hak kekuasaan belajar abad pertengahan, membantah bahwa hanya post-medieval sastra menjadi provinsi yang sesuai permintaan bandingan keterangan. Kritikus yang berpengaruh Paul Van Tieghem 1931 menegaskan bahwa “sastra bandingan menjadi anggota hubungan yang timbal balik antara bahasa Latin dan sastra Yunani, serta berhutang dari sastra modern (sejak abad pertengahan) ke sastra jaman kuno, dan, yang akhirnya, mata rantai menghubungkan berbagai sastra modern. Belakangan bidang penyelidikan, yang paling kompleks dan luas dari tiga, adalah Bandingan Sastra , didalam pengertian dimana umumnya disepakati dipahami, mengira provinsinya.

Argumentasi Van Tieghem melawan terhadap studi dari abad pertengahan membalikkan pandangan yang lebih awal bahwa periode menawarkan suatu kesempatan unik untuk comparatists oleh karena ketiadaan batasan-batasan tergambar jelas antara negara-negara. Ia mengusulkan sebagai gantinya sastra yang modern itu terbaik disesuaikan untuk bandingan analisa, dan ia juga mengusulkan bahwa bandingan perlu berlangsung antara dua unsur-unsur saja. Apapun di luar itu bukanlah provinsi yang sesuai bandingan sastra . Adalah, dalam pandangannya, hal lain sama semuanya.


Apa yang terjadi didalam abad antara penerbitan volume dua Villemain belajar dari abad pertengahan didalam 1830 dan Van Tieghem yang definisi sempit didalam 1931 melanjut untuk mempengaruhi pemahaman bandingan sastra hari ini, dan itu adalah berharga untuk berusaha melacak pergeseran didalam sikap ke arah bandingan sastra yang menuju/ mendorong Van Tieghem berani tebal tetapi sangat membatasi buku, dimana ia menetapkan kultur lisan, dongeng-dongeng dan pre-Renaissance sastra di luar batasanbatasan tentang bandingan sastra dan merumuskan dugaan tentang studi biner yang telah melayani pokok materi maka penyakit untuk waktu lama.

D. Konvensi dan Sejarah Sastra dalam Sastra Bandingan

Ada cara lain di mana kajian sastra bisa mendapatkan keuntungan dari ahli sastra bandingan dalam konsep "sastra sebagai konteks." Pengetahuan tentang bentuk-bentuk tradisional dan mata pelajaran sastra Barat merupakan salah satu yang diperlukan untuk studi sejarah sastra Barat. Dengan studi tentang "sastra sebagai konteks," sastra bandingan membantu untuk merancang metode-metode yang harus dipandang alam konsep sejarah sastra. Hal ini dapat dipahami melalui narasi-tradisional, biografi, dan tulisan-tulisan katalog sejarah sastra. Tulisan tersebut dapat berguna dalam memberikan pengenalan situasi historis dari sastra nasional maupun kelompok sastra terkait. Objek mereka adalah untuk menyajikan data dasar tentang teks, sementara tugas kita adalah menafsirkan teks tersebut secara jeli. Selain mereka, kita membutuhkan sejarah kritik sastra, sejarah puisi dan retorika, serta kecenderungan selera dan kepekaan pada periode yang bersangkutan. Selain itu, juga penting adanya pemahaman terhadap bentuk-tema sastra dan sejarah di mana sastra nasional, sebagai anggota sebuah komunitas sastra internasional. Menurut Corstius, bila hal itu dilakukan berarti telah menembus ke dalam struktur teks melalui metode analisis yang harus ditentukan sebagai hasil dari studi banding.

Pengetahuan tentang bentuk-bentuk tradisional dan kontekstual adalah penting bagi pemahaman kita tentang sejarah sastra Barat sejak sejarah ini adalah lebih dari serangkaian karya dan kehidupan penulis. Sebagai contoh, dari tahun 1500 sampai akhir abad kedelapan belas, bentuk dan isi keduanya melayani untuk perumusan kebenaran umum yang didirikan serta untuk perumusan prinsip besar penciptaan sastra, menurut karya-karya baru yang harus dihasilkan oleh imitasi model besar. Dalam hal ini sastra, klasik, seperti telah kita lihat, membentuk suatu kekuatan dalam sejarah sastra Barat. Berdampingan dengan jenis sastra klasik, kita melihat


klasik dari periode kemudian menimbulkan tradisi sastra internasional. Jadi, penampilan dari Comrnedia Divina, Gerusalemme Liberata, Orlando Furioso, dan Pastor Fido telah mengubah pandangan yang masih ada pada sastra dan praktik sastra. Sebagai Profesor Bernard Weinberg telah menunjukkan Sejarah Kritik Sastra dalam Renaisans Italia (Univ. dari Chicago Press, 1961). Sebagai hasil dari diskusi kritis yang dia lakukan di sekitar buku-buku baru dan sukses, pendapat tentang sifat dan seni sastra berubah, seerta konvensi sastra diperbesar, dan model sastra baru mulai digunakan. Semua siswa sastra bandingan didesak untuk membaca bab-bab yang relevan dalam buku Weinberg itu. Untuk beberapa abad, puisi cinta Petrarch menentukan cara penulisan puisi semacam ini di Eropa. Untuk gambaran perasaan kekasih dan dari berbagai bagian tubuh tercinta, perangkat gaya Petrarch diterapkan berulang-ulang. Buku lain yang memiliki pengaruh formatif pada sejarah sastra Barat dan diresmikan sebuah genre internasional yaitu Alciati Emblemata (1531). Buku ini memuat semacam alegori, di mana gambar dan kata digabungkan, memiliki akarnya dalam yang kuat. Alegori adalah cara berpikir yang membantu perkembangan fashion sementara menggunakan perangkat militer serta bunga abadi dalam simbol-simbol hieroglif.

Penyebaran tulisan-tulisan Rousseau di Amerika itu, bagaimanapun, agak lamban. Beberapa alasan untuk hal ini dapat dibaca bahwa kritik kadang-kadang lupa bahwa pada awal Revolusi Perancis, Amerika Serikat menghitung kurang dari empat juta jiwa. Elit intelektual itu terdiri dari bukan kelompok-kelompok kecil yang ditemukan di pemukiman yang tersebar di seluruh negara yang luas.

Untuk beberapa dekade, kritik sastra telah memperdebatkan pertanyaan tertentu identik dengan keteraturan yang mengagumkan. Satu hal yang meragukan adalah apakah karya kreatif dapat diklasifikasikan sesuai dengan kategori tertentu. Selain itu apakah kecenderungan budaya seperti neoklasicsme, baroque, dan naturalisme adalah sesuatu lebih dari kata-kata convenicet untuk memungkinkan editor ensiklopedi sastra mengorganisir materi mereka dengan benar. Hal ini merupakan masalah yang sangat sering muncul berkaitan dengan romantisme. Pertanyaan penting dari studi pengaruh dalam masalah sastra bandingan derajat yang mempengaruhi menjadi asimilasi yaitu derajat satu bangsa yang menyerap, mengubah, atau menciptakan sastra lain.

Gerakan sastra seperti gerakan, saat ini, kecenderungan, dan sekolah termasuk dalam kosakata harian kritik sastra. Dalam prakteknya, istilah tersebut sering digunakan sinonim, dan


seperti konsep lain di bidang kritis, mereka tidak memiliki batas-batas perusahaan. Namun demikian, perbedaan yang lebih jelas dapat dibuat antara gerakan dan kecenderungan gerakan sepanjang mengacu pada karakteristik kelompok yang lebih luas dan beragam karya dari sebuah tren, yang menunjukkan suatu particularphenomenon lebih dan sering merupakan cara yang temporaly sastra. Sebuah gerakan mengungkapkan kondisi budaya di sebagian besar produk sastra dalam priod diberikan waktu, karena itu, adalah sebuah fenomena, umum luas, seperti. Sebuah gerakan barok atau pencerahan. Tren, di sisi lain, dapat diamati dalam suatu gerakan; neo-Hellenisme, misalnya, adalah sebuah tren dalam romantisme. Selain itu, karakteristik gerakan lebih konsisten dan memiliki efek yang lebih tahan lama, meskipun mereka tidak selalu lebih mencolok dibandingkan dengan tren.

Diskusi tentang sastra atau gerakan saat ini dan kata yang umum digunakan bergantian kadang-kadang sia-sia karena kesalahpahaman yang mendasarinya. Ini mudah dipahami bahwa gerakan atau arus mewakili dimensi sejarah sastra. Mereka adalah kategori yang paling berarti untuk mengklasifikasi sastra periode atau zaman, dan terutama tahapan evolusi mereka. Jadi gerakan dan saat ini menyarankan pandangan semacam Heraclitean budaya segala sesuatu di alam semesta surat adalah dalam keadaan fluks. Namun dalam kenyataannya, studi kritis dalam gerakan sastra lebih sering berpusat pada situasi dari pada naik dan berlangsung bertahap kekhasan budaya baru dengan hasil jangka dinamik yang ekslusif digunakan untuk fakta statis. Kita mulai berbicara gerakan secepat kita melihat perbedaan spesifik cukup penting untuk memberikan dasar bersama bagi studi sastra dalam skala luas. Signifiant adalah ditentukan oleh derajat yang ciri-ciri yang sama menembus berbagai genre sastra di zaman yang tunggal pada kedua tingkat nasional dan internasional. Gerakan, bagaimanapun, adalah tidak selalu internasional, meskipun pembangunan paralel mungkin sering melihat di negara-negara yang berbeda.


Pokok Pengkajian Sastra Bandingan

POKOK PENGKAJIAN SASTRA BANDINGAN

A. Bidang Kajian Utama Sastra Bandingan

Pokok kajian sastra bandingan sesungguhnya amat luas. Kajian utama sastra bandingan perlu difokuskan, agar memperoleh hasil yang memuaskan. Biarpun saya sebut bidang kajian utama, tidak berarti bahwa bidang lain tidak penting. Kajian utama ini merupakan jalur yang sering digunakan oleh teman-teman yang tertarik pada sastra bandingan. Sebagaimana dinyatakan dalam pengantar buku Jost (1993), pengkajian utama dapat dibagi menjadi empat bidang pokok, yaitu (1) pengaruh dan analogi, (2) gerakan dan kecenderungan, (3) genre dan bentuk-bentuk dan (4) motif, jenis, dan tema. Keempat bidang tersebut bukan harga mati, melainkan masih dapat berkembang, sesuai dengan kebutuhan. Pokok pengkajian sastra bandingan dapat dipertajam lagi sejalan dengan aspek teoritk dan pragmatik yang dipergunakan.

Kategori analogi dan pengaruh ini telah mewarnai sebagian terbesar dari studi sastra bandingan. Pengaruh dan analogi sering dianggap sebagai dua disiplin yang memiliki tujuan tunggal. Bahkan, berbagai studi di berbagai bidang pengetahuan manusia dalam arti tertentu, direduksi menjadi sebuah studi hubungan dalam hal pengaruh atau analogi. Dua permasalahan pokokini telah menjadi master dalam pengkajian sastra bandingan. Analogi dapat disebut juga dengan pengidentikan suatu fenomena sastra. Daya identik sastra satu dengan yang lain, yang


perlu dilacak dalam studi sastra bandingan. Analogi juga merupakan kekuatan simbolik seorang pengarang, untuk memburu suatu estetika. Analogi sering berebut dengan konsep pengaruh. Baik analogi maupun pengaruh dapat meluas ke berbagai hal, yang menjadi inti sastra bandingan. Analogi dan pengaruh akan membuka kemungkinan hadirnya pokok-pokok pengkajian yang perlu diungkap.

Gerakan dan kecenderungan pun juga tidak kalah penting, terutama untuk memfokuskan peta kajian. Gerakan dan kecenderungan, juga berguna apabila karya sastra yang dibandingkan secara kebetulan anonim. Karya sastra anonim membu tuhkan pengolahan bahasa dan kecenderungan. Gerakan dan kecenderungan muncul sebagai titik berat, penonjolan unsur, dan timbangan yang paling banyak muncul dalam karya sastra. Gerakan dan kecenderungan dapat terkait dengan unsur instrinsik dan ekstrinsik sastra.

Adapun pokok kajian genre, bentuk, motif, dan tema hampir selalu muncul dalam pemikiran sastra bandingan yang sempit. Kajian ini cenderung ke arah pencermatan estetika sastra. Sarjana sastra dapat menganalisis gerakan, genre, atau motif untuk memahami keterkaitan antara sastra nasional. Hubungan timbal balik yang benar mempelajari hubungan gerakan, genre, atau motif, atau ketiganya secara bersamaan, karena sarjana dihadapkan dengan pekerjaan tertentu, yang semuanya jelas mengandung tema dan motif dan milik sebuah genre dan gerakan. Jelas, tidak ada perbedaan yang tajam dapat dibuat di antara empat kategori tersebut sering terjadi tumpang tindih dalam studi sastra bandingan. Akibatnya, secara umum, studi pengaruh atau analogi adalah salah satu spesies dari penelitian sastra yang memfokuskan pada interaksi dan kemiripan antara dua atau lebih karya sastra nasional, atau penulis, atau atas fungsi tertentu kepribadian tertentu dalam transmisi doktrin berbagai sastra atau teknik.

Michael Foucault (Gifford, 1993:92) telah menyarankan bahwa hanya ada dua bentuk sastra bandingan, yaitu (1) bandingan pengukuran, yang mengukur keberadaan karya sastra. Pengukuran dapat meliputi unit analisis yang lebih kecil. Tujuan pengukuran adalah dalam rangka membangun hubungan kesetaraan dan ketidaksetaraan dan tatanan dalam karya sastra yang dibandingkan. Kajian pengukuran ini mirip dengan upaya menimbang bobot karya satu dengan yang lain, apakah seimbang atau tidak. Pengukuran perlu dilandasi teori yang matang, agar tidak terjadi simpang siur dan berat sebelah; dan (2) bandingan yang bertujuan untuk menetapkan elemen sastra dan perbedaanya. Sesungguhnya kedua bidang sastra bandingan itu sulit terpisahkan, sebab untuk menimbang karya sastra, jelas diperlukan bandingan unit dan


elemen sastra. Sastra bandingan juga sering merunut persamaan dan perbedaan. Studi sastra bandingan di masa lalu cenderung untuk memperhatikan tipe pertama sastra bandingan, menyiapkan kanon penulis primer dan sekunder, teks yang lebih besar dan lebih kecil, budaya kuat dan lemah, mayoritas dan bahasa minoritas, dan mencoba dengan keras untuk menjaga ideologi implikasi dari beberapa tingkatan yang tak terlihat.

Selanjutnya, daerah penelitian dapat dibagi menjadi segmen-segmen lebih banyak, seperti sumber (inspirasi atau informasi yang diberikan atau dipelihara oleh penulis asing atau buku), keberuntungan (respon atau file keberhasilan atau dampak bahwa sastra file dari satu mencapai negara dalam file sastra gambar lain), dan atau fatamorgana (gagasan benar atau salah satu bangsa yang memiliki file sastra lain). Kedekatan antara sastra mendatang dan seni lainnya atau disiplin juga termasuk dalam ruang lingkup studi pengaruh dan analogi. Kajian semacam ini merupakan upaya menyandingkan sastra dengan bidang-bidang lain. Hal ini tergantung arah kepentingan sastra itu apa, sehingga kita bebas membandingkan sastra dengan setidaknya bidang ilmu humaniora. Sebab pada pokoknya sastra merupakan cetusan humanis hidup kita untuk meningkatkan harkat dan martabat.

Dari pokok dan atau bidang kajian sastra bandingan tersebut, perlu penekanan, mana yang ditonjolkan. Penonjolan baru terlihat ketika pengkaji telah membaca banyak karya sastra. Maka sebelum menentukan pokok kajian, perlu memahami beberapa karya, pokok kajian mana yang paling tepat dilakukan. Seluruh pokok kajian menjadi senjata utama, sebelum pengkaji menjalankan tugasnya. Oleh karena pemahaman keempat hal itu harus dikuasai secara mendalam.

B. Sastra Bandingan Mikro dan Makro

Sastra bandingan memang sedang mencari konsep yang tepat. Konsep yang dapat diakui semua pihak itu tampaknya yang tidak mudah ditemukan. Pada dasarnya, ada dua konsep besar yang mewarnai sastra bandingan di negeri ini. Konsep tersebut telah meluas dan banyak menarik perhatian berbagai pihak, baik ahli sastra maupun ahli lain (non sastra). Dua konsep sastra bandingan tersebut, meliputi: (1) sastra bandingan sempit atau mikro bandingan dan (2) sastra bandingan makro, luas. Sastra bandingan mikro, berarti sastra bandingan sempit, terbatas pada bandingan teks sastra dengan teks sastra, atau bahkan hanya antar sastra lokal. Sastra bandingan makro, selain cakupan teks sastra amat luas, juga terkait dengan bidang di luar


sastra. Sastra bandingan mikro dapat saya sebut sastra bandingan intradisipliner sastra. Adapun sastra bandingan makro, dapat saya sebut bandingan interdisipliner sastra.

Kedua sastra bandingan itu saling melengkapi, dalam kerangka pemahaman teks sastra secara komprehensif. Keduanya juga sering dilandasi oleh asumsi-asumsi kritis konseptual. Tiap asumsi didukung oleh sejumlah pemikiran. Beberapa pertmuan ilmiah sastra bandingan sering tawar-menawar konsep. Masing-masing pihak masih sering meraba-raba pemikiran masing-masing. Dari berbagai pertemuan, saya selalu menemukan kesimpangsiuran konsep sastra bandingan. Paling tidak, ada dua buku yang sering saling berseteru ketika memahami konsep sastra bandingan, yaitu: (1) di satu pihak, ada yang menganggap sastra bandingan itu asal membanding sastra dua atau lebih; (2) di pihak lain, ada beberapa ahli yang mempersyaratkan bahwa sastra bandingan tidak boleh asal membandingkan karya sastra. Sastra bandingan perlu penataan yang cerdas dan relevansi yang memadai.

Secara umum, Corstius (1968), yang telah lama berkecimpung dengan dunia sastra bandingan juga memberikan konsep yang cukup berarti. Biarpun konsep dia itu tidak seluruhnya ditaati oleh pengikut-pengkutnya, namun cukup memberikan ketegasan yang bermakna. Menurut dia, sastra bandingan adalah studi sastra yang berdasarkan pandangan yang diucapkan oleh para ahli sastra barat. Pandangan ini sulit kita tolak, sebab memang akar keilmuan yang satu ini muncul dari dunia barat, terutama Eropa. Dari konsep sastra barat itu, dapat diperoleh pemahaman bahwa sastra bandingan adalah kajian yang sengaja melihat objek penelitian sastra dalam hal teks, genre, gerakan, kritik, dalam perspektif sastra internasional.
Persoalan sastra internasional ini tampaknya yang sering bias dengan sastra dunia. Sastra internasional juga sering silang beda pendapat dengan bahasa internasional. Maksudnya, apakah setiap karya sastra ayng ditulis dengan bahasa internaisonal, dapat disebut sastra internasional. Persoalan sastra dan bahasa, tampaknya memang tidak pernah selesai diperbincangkan dalam konteks sastra bandingan. Oleh karena, sastra tidak semata-mata masalah bahasa saja, melainkan juga budaya dan muatan lainnya. Yang terpenting, sastra bandingan semestinya berdampak pada pengetahuan sastra. Sastra bandingan tidak sekedar ilmu yang dangkal. Fungsi sastra bandingan inilah yang telah menentukan rencana dan penyusunan buku ini, agar semakin berkualitas.
Asumsi mendasar dari sastra bandingan yaitu adanya keterkaitan antar teks. Keterkaitan itu memunculkan konteks budaya yang bervariasi. Teks satu dengan yang lain selalu terkait, hingga mewujudkan seperti lilitan tali kerbau. Dalam kaitan ini, pernyataan Matthew Arnold


(Gifford, 1993:1) biarpun telah lama, sejak tahun 1857 masih penting dipegang teguh. Menurut dia, di mana saja ada hubungan, ada ilustrasi, yang saling terkait antara teks satu dengan yang lain. Secara filosofi, tak ada kejadian yang bediri sendiri, begitu pula yang ada dalam teks sastra. Tak ada karya sastra yang tanpa ada hubungan dengan karya yang lain. Pernyataan argumentatif ini dapat dibenarkan, sebab hampir setiap sastrawan akan membaca karya orang lain, dan ketika itu pengaruh masuk dalam karya dia.

Kalau demikian,konsep itu menandai bahwa studi sastra bandingan memang perlu dilakukan untuk menemukan keterkaitan antar teks. Sastra bandingan dilihat sebagai salah satu istilah untuk menentukan hubungan antar teks dan konteks perlu dilakukan ekstra hati-hati. Keterkaitan teks mungkin amat tipis, tidak begitu kentara, dan ada kalanya amat jelas. Apa pun alasan keterkaitan, tetap ada makna di balik karya sastra itu. Biarpun karya sastra itu amat jelas hubungannya, bahkan limapuluh persen amat mirip, tetap ada makna lain. Dua karya sastra atau lebih tentu saja menawarkan hal yang bervariasi.

Sejak 1903, Benedetto Croce berargumentasi bahwa sastra adalah suatu hal yang tidak meremehkan suatu pendapat yang bisa dilihat sebagai disiplin ilmu yang terpisah. Hal ini paling tidak memiliki dua implikasi mendasar, yaitu: (1) bahwa sastra itu memuat aneka hal, yang mungkin sejajar dengan ilmu lain di luar sastra, (2) keterkaitan sastra dan ilmu lain mewujudkan keharusan yang perlu dilacak. Karya sastra memuat aneka pendapat yang berguna bagi pengembangan ilmu lain. Sekecil apa pun, sastra tetap berguna bagi pembacanya. Sastra bandingan bertugas untuk mengungkap kegunaan sastra itu lewat bandingan dua atau lebih teks sastra. Di antara dua atau lebih karya sastra itu perlu ditemukan, mana yang dipandang lebih bermanfaat dan bermakna.

Sastra bandingan melibatkan studi teks-teks antarkultur atau budaya, atau cabang ilmu pengetahuan yang terkait dengan pola-pola hubungan di dalam kesastraan antara yang satu dengan yang lain, yang mencakup ruang dan waktu. Konsep ini, memuat tiga hal penting, yaitu: (a) sastra bandingan berupa bandingan teks antar budaya yang berbeda, (b) menemukan pola hubungan antar teks yang memuat estetika bermakna, (c) membanding karya sastra dari waktu dan ruang yang berbeda. Ketiga hal ini merupakan jalur utama sastra bandingan, untuk mengungkap variasi teks sastra.

Harus diakui, bahwa kebanyakan orang tidak memulai dengan sastra bandingan, untuk mengungkap kejernihan teks, namun mereka memulainya dengan jalan ilmu sastra lain, yang


berawal dari poin-poin yang berbeda. Akibatnya, hubungan antar teks sering terabaikan, sehingga ada klaim bahwa semua ide selalu murni. Padahal, sesungguhnya kalau mau menyadari tak ada satu pun ide yang murni seratus persen. Kadang-kadang perjalanan sastra dimulai dengan suatu keinginan untuk bergerak di luar batasan-batasan dari suatu bidang hal tersebut. Pada saat tertentu seorang pembaca bisa terdorong untuk ikut pada apa yang muncul dan menjadi persamaan antara pengarang-pengarang teks dari konteks budaya yang berbeda. Misalnya saja dengan membaca, setelah kita mulai membaca kita bergerak ke arah pembatasan teks, pembuatan kesatuan dan hubungan, dan terpengaruh olehnya. Biarpun kita tidak lagi membaca sastra di dalam ruang terbuka, pengaruh selalu akan muncul dengan sendirinya.

Subjek yang tepat dalam sastra bandingan adalah sejarah yang berkaitan dengan kesusastraan dimana sastra sebagai suatu medium integral yang terpisah. Subjek sastra bandingan seyogyanya melukiskan pemikiran yang jelas, suatu ungkapan kelembagaan yang umum bagi umat manusia; yang dibedakan, untuk memastikan, kondisi-kondisi sosial individu, dengan pengaruh-pengaruh rasial, historis, ilmu bahasa dan budaya, peluang, dan batasan, hanya dengan tak mengindahkan usia atau (samaran/kedok), yang dirasa oleh pancaindera secara umum, fisiologis dan psikologis, dan mematuhi hukum adat dari material dan gaya, dari setiap dan umat manusia sosial. Jika demikian, subjek sastra bandingan begitu kompleks, emmuat berbagai hal.

Yang menarik, studi sastra bandingan menjadi tidak jauh berbeda dengan mengeksplorasi perubahan-perubahan dan perkembangan serta hubungan timbal balik dari tema atau gagasan yang berkaitan dan berhubungan dengan sastra dan menyimpulkan bahwa tidak ada suatu studi yang lebih baik dibanding riset-riset dari jenisnya. Peristiwa jalin-menjalin antara sastra dengan bidang lain, sulit ditolak. Hal ini dapat digolongkan dalam kategori suatu pengetahuan yang tidak lepas dari sejarah umum dan sejarah kesusastraan. Keduanya telah memunculkan sejarah sastra bandingan yang begitu panjang. Pendek kata, sastra bandingan secara konsepsional memang bersifat cair, bisa berubah setiap saat. Seluruh aktivitas sastra bandingan, selalu bertumpu pada teks sastra. Teks itu bersifat terbuka, penuh muatan, sehingga membuka kemungkinan sastra bandingan dalam arti sempit dan luas

C. Membanding Sastra Mayor dan Minor
Ahli sastra bandingan harus menguasai ketrampilan-ketrampilan khusus, sebagai bekal akademik. Penguasaan berbagai keilmuan humaniora dan sejenisnya perlu dikuasai sedemikian rupa. Di antara keilmuan sastra yang perlu dipegang teguh, yaitu paham sastra mayor dan sastra minor. Keduanya memiliki implikasi luas. Baik sastra mayor maupun minor sering menjebak para pemikir sastra bandingan.
Istilah majority, memang terkesan menjengkelkan jika disandingkan dengan istilah minority. Oleh karena anggapan keduanya itu seperti bidang politik sastra yang memuat tendensi penyudutan karya sastra. Padahal, tidak tertutup kemungkinan sastra minor juga lebih berbobot. Ada kalanya ide sastra mayor, sengaja mengambil dari sastra minor. Pemahaman istilah ini memang penting, asalkan digunakan secara proporsional disebut sastra mayor. Ada pula yang menyebut sastra mayor, karena ditulis oleh pengarang berkelas nasional dan internasional. Biasanya, sastra mayor selalu ditentukan oleh konteks bahasa. Asalkan karya sastra itu menggunakan bahasa nasional atau bahkan internasional, disebut sastra mayor.
Wellek dan Warren dalam bukunya Theory of Literature 1989, menyatakan bahwa sastra bandingan membutuhkan kecakapan-kecakapan tinggi tentang ilmu bahasa dari sarjana-sarjana. Ilmu bahasa pula yang memiliki andil penamaan sastra mayor dan minor. Ketika karya sastra itu diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, seperti karya-karya Ajib Rosidi dialihbahasakan ke bahasa Belanda, Jepang, Inggris, Rusia, Kroasia, dan lain-lain, dengan serta merta orang akan menggolongkan sastra mayor. Sebaliknya, biarpun karya itu berbobot, kalau hanya ditulis dalam satu bahasa lokal, sering tergolong sastra minor. Bahkan yang menyudutkan, sastra minor ini sering disebut sastra marginal, tidak dikenal, dan kurang tenar.

Selain penguasaan golongan sastra dan bahasa, pemerhati sastra bandingan perlu menguasai kecakapan khusus. Kecakapan yang terkait dengan suatu pelebaran perspektif-perspektif, suatu penindasan-penindasan pendapat; perasaan provinsial dan lokal yang tidak mudah untuk dicapai, patut dikuasai secara matang. Penganut sastra bandingan disini digambarkan seperti seseorang yang mempunyai keterampilan khusus, semacam duta besar internasional. Jika duta besar ahli strategi dan politik internasional, ahli sastra bandingan harus paham sastra internasional. Ahli sastra bandingan juga perlu memahami konsep sastra nasional dan sastra lokal (regional).
Sastra mayor ada pula yang menyebut sastra `agung' dimana sastra `mayoritas' melawan `minoritas', sebagaimana sudut pandang orang India. Sastra agung biasanya dipandang berlevel tinggi. Dalam kaitan dengan hal tersebut, ada dua pihak yang senantiasa bersitegang dalam paham sastra bandingan. Pertama, memang tidak selalu benar ungkapan sastra agung, sebab masing-masing karya sastra memiliki kelebihan masing-masing. Kedua, ada yang berpendapat justru dengan sastra bandingan, akan lahir sastra agung. Pandangan kedua ini, seringkali mendeskritkan sastra minor. Dengan sastra bandingan, sebenarnya semakin menumbuhkan kepercayaan diri sastrawan, yang karyanya digolongkan sastra agung. Sebaliknya, juga akan melumpuhkan sastrawan yang termasuk sastra minor.

Kalau dicermati, sastra bandingan sudah semakin luas cakupan dan persyaratannya. Perkembangan-perkembangan sastra bandingan di luar Eropa dan Amerika Utara benar-benar mematahkan segala jenis dugaan tentang sastra yang telah berdatangan selalu terlihat seperti Eurosentris. Wole Soyinka dan sejumlah kritikus Afrika telah menyingkap pengaruh serapan Hegel yang berpendapat bahwa budaya Afrika `lemah' dibandingkan dengan yang dia anggap lebih tinggi, budaya yang lebih berkembang dan yang secara efektif menyangkal sebuah sejarah Afrika. Dari pandangan ini, menandai bahwa sastra bandingan memang telah melahirkan penilaian sastra. Penilaian itu juga dapat untuk mengukur kadar kualitas budaya masing-masing wilayah sastra.

James Snead dalam sebuah esai yang menyerang Hegel, menyatakan bahwa fakta mencolok dari kebudayaan Eropa akhir abad ke-20 adalah rekonsiliasi kebudayaan terus menerus dengan kebudayaan kulit hitam. Misterinya mungkin bahwa butuh waktu sangat lama untuk mencampakkan elemen dari kebudayaan kulit hitam yang telah ada dalam bentuk tersembunyi, dan untuk menyadari bahwa pemisahan dua kebudayaan tersebut tidak selamanya dari satu asal, tapi dari satu kekuatan.

Yang kita miliki sekarang jadinya adalah sebuah gambaran yang sangat bervariasi dari kajian sastra bandingan yang berubah-ubah menurut tempat terjadinya. Kritikus Afrika, India, dan Karibia telah menantang penolakan dari kesepakatan kritik sastra barat untuk menerima implikasi-implikasi sastra merata dan kebijakan budaya mereka. Terry Eagleton telah berpendapat bahwa sastra dalam artian yang telah diwariskan kepada kita adalah sebuah ideologi. Terry membahas cara dimana kemunculan Bahasa Inggris sebagai sebuah mata pelajaran akademis di abad ke-19 memiliki implikasi politis yang cukup jelas. Atas dasar bandingan itu, dia berhasil menulis teori sastra yang saya pandang lebih komprehensif. Hal ini berarti kejelian sastra bandingan besar pula sumbangannya terhadap perkembangan teori sastra.

Pada akhir abad 20 mungkin saja kita mulai memperdebatkan mengenai tahap baru permasalahan sejarah sastra bandingan. Tidak salah lagi sastra bandingan menjadi krisis bahasa, tetapi ini sangat menarik untuk diperdebatkan saat kepala negara bagian Eropa timur merevisi silabus mereka, karena rasa nasionalisme sudah mulai menghilang di negara bagian barat. Penurunan jumlah pelajar, kekhawatiran akan pertimbangan yang muncul mengenai kegunaan dari sastra bandingan membuat jumlah murid menurun lalu mereka membandingkan dua sistem teks yang berbeda tetapi idak menemui titik temu yang diharapkan. Belakangan ini sastra bandingan mengalami perkembangan di Eropa dan USA, mereka menyetujui dan mengikuti perkembangan itu.

Ketika sastra bandingan di Negara dunia ketiga dan di Negara timur mengubah agenda mereka mengenai sastra bandingan, tetapi krisis bahasa di barat tetap berlanjut. Sastra bandingan yang baru ini menimbulkan pertanyaan bagi ahli bahasa di Eropa. Proses menuju kesepakatan bersama mengalami banyak hambatan.Salah satu contohnya mengenai kritik kewanitaan, dan pertanyannya orientasi pria pada sejarah kebudayaan dan dalam teori modern, para pembaca mengulang inti bacaanya, dan saat para penulis seperti Jacques Derrida dan Pierre Bourdieu, mengutarakan sebuah bagian yang dimainkan oleh struktur kekuatan institusi di pusat liberal yang menyeluruh.
Biasanya pembaca dari barat mencoba memecahkan tantangan tanpa menggunakan sastra bandingan. Mulai pada tahun 1990 kembalinya dan munculnya kepentingan baru kawasan pelajar. Terbukanya pernyataan baru bahwa kejayaan para penulis yang mengikuti perkembangan jaman dan dengan metode kritik persilangan budaya pada sebuah konstitusi. Perkembangan perluasan secara cepat yang lain dalam studi sastra dan salah satunya memiliki implikasi yang besar terhadap kesusastraan bandingan yang akan datang, yaitu `studi penterjemahan'. Sejak awal penggunaan istilah ini pada pertengahan 1970-an, studi ini dikembangkan sampai sedemikian luasnya (melalui penerbitan, pertemuan-pertemuan, pembentukan ketua-ketua di berbagai belahan dunia). Kehadiran organisasi Himpunan Sarjana Kesusasteraan Indonesia (HISKI) telah berkali-kali mempelopori studi sastra bandingan. Organisasi Majelis Sastera Asia Tenggara (Mastera), juga banyak memunculkan ide besar sastra bandingan.

D. Jejak Romantis dan Eksotisme dan Sastra Bandingan

Sastra bandingan tidak akan lepas dari gerakan atau aliran sastra. Penentu aliran ini pun sering lahir dari sastra bandingan. Maka hubungan timbal balik sastra bandingan dan aliran terjadi secara siklis. Aliran sastra di dunia ini sungguh sulit dibatasi. Setiap ahli sering memiliki alasan tersendiri dalam menentukan aliran sastra.
Satu masalah yang terkait dengan aliran romantisme yang harus diperlakukan di sini berhubungan dengan istilah romantis dan asal-usul serta evolusi di berbagai bagian Eropa. Kurangnya analisis sastra bandingan yang memanfaatkan romantisme telah menyebabkan bagian dari ketidakpastian dan kebingungan di kalangan sarjana. Saya sadari bahwa romantisme di Indonesia jarang dipahami sebagai sebuah gerakan sastra. Padahal sesungguhnya, tidak sedikit karya sastra Jawa, Sunda, Bali, Makasar, Sasak, dan lain-lain yang menawarkan berbagai aliran romantik. Ciri-ciri romantisme hampir selalu ada dalam setiap wilayah sastra manapun, sehingga sastra bandingan yang memanfaatkan tidak akan keliru.
Dalam konsepsi Jost (1993) ada beberapa macam romantisme sastra. Dia tampaknya mendasarkan karya-karya Perancis dan Jerman, untuk menamakan romantisme yang bervariasi. Menurut dia, manakala karya sastra mencerminkan perbuatan dan perasaan mirip dengan pahlawan roman cenderung dapat disebut mengikuti aliran romantisme. Setelah mempelajari bildungroman di Jerman dan beberapa karya Perancis, Jost menggolongkan lima macam romantisme, yaitu: (1) romantis pada abad pertengahan, yang memuat kisah cinta, (2) romantis yang memuat kukisan luar biasa, aneh, (3) romantis pisturesque (yang menggambarkan keindahan danau, kebun, taman), (4) romantis kasar (gambaran tentang laut, pegunungan, padang pasir, hutan), (4) romantis spontan, alami (sebagai lawan buatan, fiktif), (5) romantis: oversentimental, eksentrik (sebagai lawan sensitif, sederhana). Silahkan saja keragaman romantisme ini digunakan, namun menurut hemat saya tidak selamanya tepat, terutama ketika menggolongkan romantisme kasar. Gambaran laut misalnya, mengapa digolongkan kasar. Konsep ini perlu dipertanyakan, begitu pula lukisan romantis spontan, yang tidak disertai contoh.

Studi tentang romantis tidak memunculkan sinar baru terhadap kehidupan, terutama ketika mereka harus menafsirkan keberadaan manusia. Di antara sifat-sifat dasar romantik biasanya cenderung ke arah alineasi sosial, menuju isolasi metapfisik, dan perpindahan ke arah nilai-nilai budaya dan estetika. Secara umum, bahan penulis romantis cenderung untuk mengungkapkan hal-hal mistis dan transendental. Namun romantisme adalah karakteristik dari sifat manusia yang terintegrasi ke alam atau ke dunia lain, melalui pernyataan imajinasi dan hati. Sentuhan-sentuhan humanisme biasanya selalu hadir dalam romantisme. Kisah-kisah hidup yang penuh liku-liku dan tantangan, mewarnai romantisme, baik romantisme tradisional maupun romantisme modern.
Selain romantisme, ada aliran sastra yang berdampingan, yaitu eksotisme. Eksotisme sering tumpang tindih dengan romantisme. Kecendrungan sastra, seperti eksotisme, berbeda dari gerakan sastra atau saat ini, seperti boroque, romantisme, atau naturalisme, karena tidak terbatas baik periode tertentu maupun wilayah geografis tertentu. Eksotisme dalam arti luas, berasal dari berbagai sikap psikologis seorang pengarang. Ia sering mengungkapkan keinginan manusia untuk melepaskan diri dari peradaban dan kecerdasan untuk menemukan alam yang lain dan lingkungan sosial, yang asing dan aneh. Hal ini dapat membantu untuk memelihara salah satu mimpi manusia, impian yang jauh itu, sampai ke hal yang sulit terjangkau dan misterius.
Celah lain dari eksotisme, yang berasal dari kebutuhan untuk bertindak, adalah diwujudkan dalam eksplorasi, petualangan, dan penemuan. Dalam eksotisme sastra sering muncul dari kekuatan sejarah tertentu yang telah dihasilkan dari usaha untuk mewujudkan cita-cita tertentu. Dari sini tidak tertutup kemungkinan bahwa eksotisme merupakan luapan imajinatif yang kadang-kadang berlebihan. Gaya eksagerasi, melebih-lebihkan, sering muncul dalam eksotisme. Celakanya, eksotisme ini di dunia timur, Asia Tenggara dan sekitarnya sering dilarikan ke dunia erotik dan bahkan sastra porno. Hal ini tentu menjadi tugas kritikus bersama sastra bandingan untuk menjelaskan kepada khalayak yang sering buta terhadap paham sastra.

Menurut Jost (1993), istilah eksotis berasal di Yunani, di mana kata sifat eksotikos umumnya berarti "asing" dan diterapkan pada apa yang di luar batas negara, yang berarti dekat dengan yang barbaros atau barbarikos, atau hanya di luar batas keluarga. Jadi Plautus unguenta exoticaica menggunakan frase dan berbicara tentang eksotisme dengan referensi, antara lain hal, untuk pakaian dipakai di negara-negara asing. Konsep ini menunjukkan bahwa karya sastra yang sering melukiskan pakaian minim, tubuh sintal, dengan ungkapan berlebihan dapat disebut eksotis. Eksotis sastra sering menjadi daya pikat tersendiri bagi karya sastra. Eksotisme ini sering merembes dari generasi ke generasi, sehingga layak dibandingkan satu sama lain. Bahkan dalam dunia sastra Jawa, pernah terjadi suatu aliran panglipur wuyung yang dekat sekali dengan istilah eksotisme. Pada periode itu, karya sastra sering digolongkan sebagai sebuah hiburan. Pengarang beramai-ramai mengekspresikan idenya, dibumbui bunga-bunga yang menyedot daya eksotis. Kalau dirunut lebih jauh, eksotisme berasal dari turunan kata sifat ditemukan dalam berbagai bahasa: eksotisme (lebih lancar dalam bahasa Inggris dari exotism), exotisme dalam bahasa Perancis, dan Jerman exotismus, dan istilah itu di dunia internasional menjadi istilah terkenal. Istilah exoticness dalam bahasa Inggris abad ke delapan belas tidak pernah menyeberangi Selat, istilah exotical dan exoticalness telah hilang, sedangkan eksotik substantif, yang dapat menetapkan tanaman dan benda-benda, telah selamat dan banyak digunakan dalam karya sastra.

Atas dasar hal tersebut, berarti tugas sastra bandingan dapat melakukan kajian karya-karya sastra secara diakronik yang menggunakan konsnep aliran eksotik. Bisa jadi karya sastra itu terjadi saling sentuh satu sama lain dan bahkan sering ada peniruan gaya eksotis. Sastra bandingan akan menujunkkan titik tertentu, bahwa karya sastra eksotis pun tetap memiliki nilai lebih. Karya eksotik yang ada keterkaitan satu sama lain itu, pada akhirnya tidak akan dipojokan sebagai karya hiburan, tendensius, dan berkorban demi pembaca.

E. Estetika dan Analogi dalam Sastra Bandingan

Estetika adalah wacana penentu bobot sastra yang tidak boleh ditawar-tawar lagi. Jika sastra itu tidak estetis, sama halnya sampah. Jost (1974) dalam pengantar bukunya cukup membuka mata batin kita terhadap keterkaitan antara karya sastra, estetika, dan studi sastra bandingan. Menurut dia, estetika memang penting dipertimbangkan dalam sastra bandingan. Keindahan sastra tidak hanya ditentukan oleh tema, ide, dan struktur, tetapi juga oleh elemen tertentu terutama bahasa individu: suara, ritme, dan citra verbal. Sebuah pendekatan secara eksklusif nasionalistik terhadap sejarah sastra dan kritik sastra telah menjadi absolut sebagai penentu sastra kontemporer dan kurikulum perguruan tinggi yang membuka program sastra bandingan.

Orientasi intelektual modern tersebut telah melahirkan disiplin akademis baru dalam bidang sastra bandingan. Siapa pun yang peduli pada sastra international dan nationalstik dapat melakukan studi sastra bandingan. Baik sastra internasional maupun sastra nasional, kunci utama yang perlu diperhatikan adalah estetika. Estetika juga sering berkembang dari waktu ke waktu. Keadaan itu merupakan tantangan baru bari perkembangan sastra komparatif. Semua program, kajian, dan publikasi dalam sastra bandingan dapat dikelompokkan menjadi empat kategori.
Pertama kategori yang paling heterogen menunjukkan kerja sehubungan dengan penulis yang memiliki afinitas organik. Hubungan khusus dan ikatan diselidiki dalam istilah pengaruh suatu karya di atas karya yang lain. Sehubungan dengan analogi antara beberapa karya, dan dalam kaitannya dengan terjemahan buku utama dalam perbedaan bahasa, sastra bandingan dapat dilakukan. Dalam kategori ini juga perlu dipertimbangkan aspek interdisipliner sastra komparatif. Keterkaitan antara sastra dalam arti biasa dan domain budaya lain, seperti filsafat dan psikologi, sosiologi dan linguistik, musik, dan lukisan jelas membuka peluang sastra bandingan.
Kedua, bidang sastra bandingan dapat berisi studi tentang gerakan dan kecenderungan seperti Renaissance, Baroque, Classicism, Romantisisme, Realisme yang memuat peradaban barat. Namun bakat penulis yang dominan atau mencolok mungkin, karyanya selalu mencerminkan Zeitgeist sastra karena dikandung dan lahir pada tahap tertentu yang membentuk kepribadiannya serta membantu intelektual dan artistik. Tiap gerakan sastra sering memiliki estetika tersendiri. Misalkan saja, estetika sastra di era epos, tentu berbeda dengan roman-roman panglipur wuyung.

Ketiga, terdiri dari analisis karya sastra dari sudut pandang sastra terutama dari bentuk-bentuk lahir dan batin serta genre mereka. Jenis investigasi, untuk tradisi dari tahun ke tahun pada tingkat nasional, yang melacak genre telah menjadi semakin relevan pada skala internasional. Estetika tiap genre sastra memiliki kekhasan, yang dapat dibandingkan dengan genre lain.

Keempat, mencakup studi tentang tema dan motif yang lebih spektakuler yang mereka hubungankan dengan tipe seperti Ulysses dan Prometheus, Don Juan dan Faust. Tapi tema dan motif dapat juga abstrak dan konseptual murni. Mereka mungkin terkait dengan topik seperti patriotisme, pemberontakan, persahabatan, dan kematian. Semula, studi ini banyak dilakukan oleh pemerhati sastra bandingan lisan. Banyak karya sastra lisan yang memiliki motif dan tema mirip, hingga bisa dibandingkan satu sama lain.

Empat kategori tersebut secara analogi dapat dilambangkan oleh elemen dasar kimia kuno: udara, air, bumi, dan api. Analogi ini juga hampir berlaku pada sastra-sastra bernuansa mistik. Anasir hidup yang terdiri dari empat hal itu jelas sebuah wawasan kosmos. Ternyata wawasan kosmos pun seiring dengan estetika sastra. Estetika ini yang membuka peluang kajian sastra bandingan menjadi semakin kompleks.Air yang menyatukan seluruh hidup di dunia, menunjukkan hubungan sastra secara keseluruhan. Air merupakan gerakan sastra. Seperti aliran air adalah citra klasik untuk suatu waktu, studi gerakan harus mempertimbangkan urutan kronologis serta acara budaya. Suasana hati artistik dan intelektual mode mengembangkan dan kemajuan sebagai sungai tumbuh dari sebuah aliran pada sumber. Bumi adalah satu-satunya unsur yang mengasumsikan bentuk padat tahan lama, itu menandakan genre sastra. Untuk melengkapi analogi kami, api menggambarkan tema dan motif, tembus jiwa setiap produk sastra.

Metafora tersebut lebih dari perangkat nemonik untuk berbagai jenis studi banding. Mereka juga harus mengingatkan kita bahwa sastra bukan ilmu seperti kimia modern, melainkan seni, sebab penilaian sastra dapat terjadi pada setiap pendekatan kami. Selain alat kritis dan di luar sarana ilmiah, di luar semua spekulasi dogmatis ada dunia estetika, bahwa dunia sastra yang tepat. Namun, meskipun sastra itu sendiri memunculkan respon kontemplatif, penafsiran yang memuat pengetahuan di bidang yang paling beragam mulai dari sejarah agama dan seni rupa. 

Dasar Pemikiran Pengkajian Sastra Bandingan

DASAR PEMIKIRAN PENGKAJIAN SASTRA BANDINGAN A. Konsep Dasar Pengkajian Sastra Bandingan Konsep dasar pengkajian sastra bandingan memang m...